LAPORAN PENDAHULUHAN
HALUSINASI
A. Kasus
(Masalah Utama)
Perubahan
sensori persepsi : halusinasi.
B. Proses
Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Halusinasi
Halusinasi
adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran
individu itu penuh/baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi
adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien
yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, 2005).
Halusinasi
yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Menurut
Yosef (2007) halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya
rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”. halusinasi
sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsi”.
Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional, psikotik maupun
histerik.
Kondisi
dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola dari stimuli yang
dating dikaitkan dengan penurunan, berlebihan, distorsi atau kerusakan respon terhadap
stimulasi (Nurjannah, 2004).
Menurut
Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1.
Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan
secara logis dan koheren.
2.
Persepsi akurat: yaitu proses
diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian
(attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di
luar dirinya.
3.
Emosi konsisten: yaitu manifestasi
perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik
dan biasanya berlangsung tidak lama.
4.
Perilaku sesuai: perilaku individu
berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh
norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5.
Hubungan social harmonis: yaitu hubungan
yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok
dalam bentuk kerjasama.
6.
Proses pikir kadang terganggu (ilusi):
yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang
memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi
sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7.
Emosi berlebihan atau kurang: yaitu
menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
8.
Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu
perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak
diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
9.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku
individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima
oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
10. Menarik
diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi
sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
3.
Manifestasi
Klinis
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang
ditampilkan (tim keperawatan jiwa FIK- UI, 1999)
TAHAP
|
KARAKTERISTIK
|
PERILAKU KLIEN
|
Tahap 1
·
Memberi rasa nyaman
·
Tingkat ansietas sedang secara umum
halusinasi merupakan suatu kesenangan
|
·
Mengalami ansietas, kesepian,rasa bersalah,
dan ketakutan.
·
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat
menghilangkan ansietas.
·
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada
dalam kontrol kesadaran
·
NON PSIKOTIK
|
·
Tersenyum, tertawa sendiri.
·
Menggerakkan bibir tanpa suara.
·
Pergerakan mata yang cepat.
·
Respon verbal yang lambat.
·
Diam dan berkonsentrasi.
|
Tahap 2
·
Menyalahkan
·
Tingkat kecemasan berat secara umum
halusinasi menyebabkan rasa antipati
|
·
Pengalaman sensori menakutkan.
·
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori
tersebut.
·
Mulai merasa kehilangan kontrol.
·
Menarik diri dari orang lain.
·
NON PSIKOTIK
|
·
Terjadi peningkatan denyut jantung,
pernafasan dan tekanan darah.
·
Perhatian dengan lingkungan berkurang.
·
Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
·
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi
dengan realitas
|
Tahap 3
·
Mengontrol.
·
Tingkat kecemasan berat.
·
Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak
lagi.
|
·
Klien menyerah dan menerima pengalaman
sensorinya (halusinasi)
·
Isi halusinasi menjadi atraktif.
·
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
·
PSIKOTIK
|
·
Perintah halusinasi ditaati.
·
Sulit berhubungan dengan orang lain.
·
Perhatian terhadap lingkungan berkurang,
hanya beberapa detik.
·
Tidak mampu mengikuti perintah dari
perawat, tampak tremor dan berkeringat..
|
Tahap 4
·
Klien sudah dikuasai oleh halusinasi.
·
Klien panik.
|
·
Perilaku panik.
·
Resiko tinggi mencederai.
·
Agitasi atau kataton
·
Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
|
4.
Jenis – jenis halusinasi (Iyus yosep, 2007) :
a.
Halusinasi
pendengaran (auditif, akustik)
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah
terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi.
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada
pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan
Sundeen, 2006).
Tanda dan gejala:
Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:
1)
Melirikan
mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau apa yang sedang berbicara.
2)
Mendengarkan dengan penuh perhatian pada
orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel,
tembok dll.
3)
Terlibat
percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4)
Menggerak-gerakan mulut
seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
b.
Halusinasi
penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit
organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan
rasa takut akibat gambaran- gambaran yang mengerikan.
c.
Halusinasi
penciuman (olfaktorik)
Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi
moral
d.
Halusinasi
pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan
halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu
e.
Halusinasi
raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada
ulat yang bergerak di bawah kulit
f.
Halusinasi
seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada
skizoprenia denagn waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
g.
Halusinasi
kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau
ruangan atau anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya ”phantom
phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
h.
Halusinasi
viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
5. Penyebab dari Halusinasi
Salah satu penyebab dari Perubahan sensori
perseptual : halusinasi yaitu isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri
merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain. Faktor-faktor penyebab halusinasi antara lain:
a.
Faktor
Predisposisi
1)
Faktor
biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf –
syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul
adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku
menarik diri, tumor otak, strooke, infeksi otak, ketidakseimbangn dari beberapa
neurotransmitter misalnya dopamine, serotonin, norepinefrin)
2)
Faktor
psikologis
(Konsep diri, intelektualisasi, kepribadian, moralitas,
pengalaman masa lalu, koping)
3)
Sosiobudaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b.
Faktor
Presipitasi
1)
Stresor
internal
Dari individu
sendiri seperti proses penuaan
2)
Stresor
eksternal
Dari luar individu seperti keluarga, kelompok masyarakat
dan lingkungan dan bencana.
3)
Waktu
/ lama terpapar stresor
4)
jumlah
stresor
6. Fase Halusinasi
Halusinasi
yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart & Laraia (2001) membagi fase
halusinasi dalam empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirnya. Semakin erat fase halusinasi, klien
semakin berat mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan
Karakteristik: klien
mengalami persaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan
takut, serta mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan
ansietas. Individu
mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda dalam kendali
kesadaranjika ansietas dapat ditangani. Merupakan non psikosis
Perilaku
klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa
suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam
dan asyik sendiri.
b.
Fase II: Condeming
Ansietas berat, halusinasi
menjadi menjijikkan. Karakteristik: pengalaman sensori yang menjijikkan dan
menakutkan. Klien mulai lepas kendali dsan mungkin mencoba untuk mengambil
jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Merupakan
halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda system
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan
tekanan darah. Rentang perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman
sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c.
Fase III: Controlling
Ansietas
berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik: klien menghentikan
perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien
mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.
Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis.
Perilaku
klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan dengan orang lain dan
rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien menunjukkan adanya
tanda-tanda fisik ansietas berat yaitu berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah.
d.
Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi melebar
dalam halusinasinya.. Karakteristik: pengalaman sensori menjadi mengancam, jika
klien mengikuti perintah halusinasi halusinasi berakhir dari beberapa jam atau
hari jika tidak ada intrevensi terapeutik. Merupakan halusinasi pada keadaan
psikosis berat.
Perilaku klien: perilaku
terror akibat panik. Klien berpotensi kuat untuk melakukan suicide atau homicide.
Aktivitas fisik klien merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonia, klien tidak mampu berespon terhadap
perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
7. Akibat dari Halusinasi
Pasien
yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai
diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu
tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan
lingkungan.
Tanda dan Gejala :
·
Memperlihatkan permusuhan
·
Mendekati orang lain dengan
ancaman
·
Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
·
Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
·
Mempunyai rencana untuk
melukai
8. Manajemen Halusinasi
Dalam Nursing Intervention Classification (Mccloskey & Bulechek, 2000).
Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina hubungan
terapeutik dan saling percaya, dukung klien bertanggung jawab terhadap
perilakunya, manajemen halusinasi, pendidikan kesehatan: proses penyakit, dan
perawatan serta fasilitasi kebutuhan belajar.
Adapun tindakan dalam manajemen
halusinasi menurut Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia
Pemerintah Provinsi Daerah Yogyakarta (2006) adalah:
a.
Diskusikan cara baru untuk memutus atau
mengontrol halusinasi
b.
Bantu klien memilih dan melatih cara
memutus atau mengontrol yang telah dipilih dan dilatih
c.
Beri kesempatan untuk melakukan cara
mengontrol atau memutus halusinasi yang telah dipilih atau dilatih
d.
Evaluasi
bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan
e.
Beri reinforcement positif kepada klien
terhadap cara yang dipilih dan diterapkan
f.
Libatkan
klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi umum, dan stimulasi
persepsi halusinas
Menurut Stuart
(2006) salah satu strategi dalam merawat klien halusinasi dengan mengkaji
gejala halusinasi yaitu:
a. Lama
halusinasi
Mengamati
isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasi
b. Intensitas
Mengamati
isyarat yang mengidentifikasikan tingkat intensitas dan lama halusinasi
c. Frekuensi
Membantu pasien mencatat banyaknya ha,usinasi yang
dialami klien setiap hari.
9. Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran
Penatalaksanaan klien
skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :
a. Psikofarmakologis
Obat – obatan yang
lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala
psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah
:
KELAS KIMIA
|
NAMA GENERIK
(DAGANG)
|
DOSIS HARIAN
|
Fenotiazin
|
Asetofenazin
(Tindal)
Klorpromazin
(Thorazine)
Flufenazine
(Prolixine, Permitil)
Mesoridazin
(Serentil)
Perfenazin
(Trilafon)
Proklorperazin
(Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin
(Mellaril)
Trifluoperazin
(Stelazine)
Trifluopromazin
(Vesprin)
|
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
|
Tioksanten
|
Klorprotiksen
(Taractan)
Tiotiksen (Navane)
|
75-600 mg
8-30 mg
|
Butirofenon
|
Haloperidol
(Haldol)
|
1-100 mg
|
Dibenzodiazepin
|
Klozapin (Clorazil)
|
300-900 mg
|
Dibenzokasazepin
|
Loksapin (Loxitane)
|
20-150 mg
|
Dihidroindolon
|
Molindone (Moban)
|
15-225 mg
|
b.
Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
Suatu intervensi non farmakologis dengan
menggunakan aliran listrik yang singkat melalui otak untuk menginduksi kejang
menyeluruh di SSP dibawah anestesi umum dan relaksan otot. Merupakan terapi yang efektif untuk
pasien yang menderita berbagai gangguan neuropsikiatrik dan pada pasien yang
tidak berespon terhadap terapi farmakologis, mengalami efek samping yang berat
sehingga medikasi tidak dapat ditoleransi, atau pasien dengan gejala sangat
berat yang memerlukan intervensi mendesak dengan respon yang cepat.
c.
Terapi aktivitas
kelompok (TAK)
Terapi
aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis
terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan
hubungan antar anggota(Depkes RI, 1997).
Terapi
aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas
hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart
& Sundeen, 1998). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah
keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagi terapi, dan kelompok
digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005)
NURSING CARE PALNING (NCP)
PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI
A. PENGKAJIAN FOKUS
1.
Faktor Predisposisi
a.
Faktor perkembagan terlambat
1)
Usia bayi, tdak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
2)
Usia
balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
3)
Usia sekolah mengalami peristiwa yang
terselesaikan
b.
Faktor komunikasi dalam keluarga
1)
Komunikasi peran ganda
2)
Tidak ada komunikasi
3)
Tidak ada kehangatan
4)
Komunikasi dengan emosi berlebihan
5)
Komunikasi tertutup
6)
Orang tua membandingkan anak-anaknya,
orang tua yang otoritas, dan komflik orang tua.
c.
Faktor psikologis
Mudah
kecewa, mudah putus asa, kecemasan
tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas
diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negative dan koping destruktif.
d.
Faktor sosial budaya
Isolasi
sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.
e.
Faktor biologis
Adanya
kejadian fisik berupa atropi otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar, dan
bentuk sel koteks limbik.
f.
Faktor genetik
Ada
pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota terdahulu yang mengalami
skizofrenia dan kembar monozigot.
2.
Perilaku
Bibir
komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk-angguk seperti
mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti
mengambil atau membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan menyerang, duduk terpaku,
memandang satu arah, menarik diri.
3.
Fisik
a.
ADL
Nutrisi
tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu
karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu
berpartisipasi dalam kegiatan aktifitas fisik yang berlebihan atau kegiatan
ganjil.
b.
Kebiasaan
Berhenti
dari minuman keras dan penggunaan obat-obatan serta zat halusinogen dan tingkah
laku merusak diri.
c.
Riwayat kesehatan
Skizofrenia
delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d.
Riwayat skizofrenia dalam keluarga
e.
Fungsi system tubuh
Perubahan
barat badan, hipotermi (demam), neurological perubahan mood, disorientasi
ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan temperature.
4.
Status emosi
Afek
tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negative atau bermusuhan,
kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
a. Isi
halusinasi
1) Mendengar
atau melihat apa?
2) Suaranya
berkata apa?
b. Waktu
terjadinya halusinasi
1) Kapan
halusinasi terjadi?
c. Situasi
pencetus
1)
Dalam
situasi seperti apa halusinasi muncul?
d. Respon
terhadap halusnasi
1)
Bagaimana
perasaan pasien kalau ada halusinasi
2) Apa
yang dilkukan jika halusinasi muncul?
e. Faktor
presipitasi
Sosial
budaya
Stress
lingkungan mengakibatkan respon neurologis maladapatif
1) Penuh
kritik
2) Kehilangan
harga diri
3) Gangguan
hubungan interpersonal
4) Tekanan
ekonomi
f. Status
mental
a.
Persepsi: Halusinasi
1) Pendengaran
2) Penglihatan
3) Perabaan
4) Pengecapan
5) Penghidu
5.
Status intelektual
Gangguan persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan
pengecapan, isi pikir.
Data yang perlu dikaji dari setiap jenis halusinaasi
yaitu:
1)
Halusinasi pendengaran
a) Data
objektif
Bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedangkan
telinga kearah tertentu, menutup telinga
b) Data
subjektif
Mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar
suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyruh melakukan
sesuatu yang berbahaya.
2)
Penglihatan
a) Data
objektif
Menunjuk-nunjuk
kearah tertentu, ketakutan dengan sesuatu yang tidak jelas
b) Data
subjektif
Melihat
bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu, atau monster
3)
Perabaan
a) Data
objektif
Menggaruk-garuk
kulit
b) Data
subjektif
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti
tersengat listrik
4)
Pengecapan
a)
Data objektif
Sering meludah-ludah
b)
Data subjektif
Merasa seperti urin, darah atau feses
5)
Penciuman
a)
Data objektif
Menghidu seperti sedang mencium
bau-bauan tertentu, menutup hidung
b)
Data subjektif
Membaui bau-bauan seperti darah, urin,
feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan