Sabtu, 09 Mei 2015

halusinasi



LAPORAN PENDAHULUHAN
HALUSINASI
A.  Kasus (Masalah Utama)
Perubahan sensori persepsi : halusinasi.
B.  Proses Terjadinya Masalah
1.    Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik (Stuart & Sundenn, 1998).
Halusinasi adalah persepsi tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera seorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar/terbangun. (Maramis, 2005).
Halusinasi yaitu gangguan persepsi (proses penyerapan) pada panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar pada pasien dalam keadaan sadar.
Menurut Yosef (2007) halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”. halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsi”. Halusinasi dapat terjadi karena dasar-dasar organik fungsional, psikotik maupun histerik.
Kondisi dimana individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola dari stimuli yang dating dikaitkan dengan penurunan, berlebihan, distorsi atau kerusakan respon terhadap stimulasi (Nurjannah, 2004).

            Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
1.      Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2.      Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
3.      Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4.      Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
5.      Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6.      Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7.      Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
8.      Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
9.      Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
10.  Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
11.  Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

3.    Manifestasi Klinis
Tahapan halusinasi, karakteristik dan perilaku yang ditampilkan (tim keperawatan jiwa FIK- UI, 1999)

TAHAP
KARAKTERISTIK
PERILAKU KLIEN
Tahap 1
·      Memberi rasa nyaman
·      Tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan

·      Mengalami ansietas, kesepian,rasa bersalah, dan ketakutan.
·      Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
·      Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran
·      NON PSIKOTIK

·      Tersenyum, tertawa sendiri.
·      Menggerakkan bibir tanpa suara.
·      Pergerakan mata yang cepat.
·      Respon verbal yang lambat.
·      Diam dan berkonsentrasi.





Tahap 2
·       Menyalahkan
·       Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa antipati

·       Pengalaman sensori menakutkan.
·      Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut.
·      Mulai merasa kehilangan kontrol.
·      Menarik diri dari orang lain.
·      NON PSIKOTIK

·      Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
·      Perhatian dengan lingkungan berkurang.
·      Konsentrasi terhadap pengalaman sensorinya.
·      Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan realitas
Tahap 3
·      Mengontrol.
·      Tingkat kecemasan berat.
·      Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi.

·      Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya (halusinasi)
·      Isi halusinasi menjadi atraktif.
·      Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
·      PSIKOTIK

·      Perintah halusinasi ditaati.
·       Sulit berhubungan dengan orang lain.
·       Perhatian terhadap lingkungan berkurang, hanya beberapa detik.
·       Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tampak tremor dan berkeringat..
Tahap 4
·      Klien sudah dikuasai oleh halusinasi.
·      Klien panik.


·      Perilaku panik.
·      Resiko tinggi mencederai.
·      Agitasi atau kataton
·      Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.
4.    Jenis – jenis halusinasi (Iyus yosep, 2007) :
a.    Halusinasi pendengaran (auditif, akustik)
Halusinasi dengar merupakan persepsi sensori yang salah terhadap stimulus dengar eksternal yang tidak mampu di identifikasi.
Halusinasi dengar merupakan adanya persepsi sensori pada pendengaran individu tanpa adanya stimulus eksternal yang nyata (Stuart dan Sundeen, 2006).

Tanda dan gejala:
Prilaku pasien yang teramati adalah sebagai berikut:
1)         Melirikan mata ke kiri dan ke kanan seperti mencari siapa atau  apa yang sedang berbicara.
2)         Mendengarkan dengan penuh perhatian pada orang lain yang tidak sedang berbicara atau kepada benda mati seperti mebel, tembok dll.
3)         Terlibat percakapan dengan benda mati atau dengan seseorang yang tidak tampak.
4)          Menggerak-gerakan mulut seperti sedang berbicara atau sedang menjawab suara.
b.    Halusinasi penglihatan (visual, optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat gambaran- gambaran yang mengerikan.
c.    Halusinasi penciuman (olfaktorik)
Biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai suatu kondisi moral
d.   Halusinasi pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman, penderita merasa mengecap sesuatu
e.    Halusinasi raba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau atau seperti ada ulat yang bergerak di bawah kulit
f.     Halusinasi seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa, sering pada skizoprenia denagn waham kebesaran terutama mengenai organ-organ
g.    Halusinasi kinestetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam sutau ruangan atau anggota badannya yang bergerak-gerak, misalnya ”phantom phenomenon” atau tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak
h.    Halusinasi viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
5.    Penyebab dari Halusinasi
Salah satu penyebab dari Perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu isolasi sosial : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Faktor-faktor penyebab halusinasi antara lain:
a.     Faktor Predisposisi
1)     Faktor biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah : hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri, tumor otak, strooke, infeksi otak, ketidakseimbangn dari beberapa neurotransmitter misalnya dopamine, serotonin, norepinefrin)
2)      Faktor psikologis
(Konsep diri, intelektualisasi, kepribadian, moralitas, pengalaman masa lalu, koping)
3)      Sosiobudaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b.    Faktor Presipitasi
1)      Stresor internal
Dari individu sendiri seperti proses penuaan
2)      Stresor eksternal
Dari luar individu seperti keluarga, kelompok masyarakat dan lingkungan dan bencana.
3)      Waktu / lama terpapar stresor
4)      jumlah stresor
6.    Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart & Laraia (2001) membagi fase halusinasi dalam empat fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirnya. Semakin erat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan semakin dikendalikan oleh halusinasinya. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Fase I: Comforting
Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan
Karakteristik: klien mengalami persaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan takut, serta mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berbeda dalam kendali kesadaranjika ansietas dapat ditangani. Merupakan non psikosis
Perilaku klien: tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat,  jika sedang asyik dengan halusinasinya, diam dan asyik sendiri.


b.      Fase II: Condeming
Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikkan. Karakteristik: pengalaman sensori yang menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dsan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Merupakan halusinasi dan psikosis ringan. Perilaku klien: meningkatkan tanda-tanda system saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah. Rentang perhatian klien menyempit, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.
c.       Fase III: Controlling
Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Karakteristik: klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan  menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti. Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis.
Perilaku klien kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti. Klien mengalami kesukaran berhubungan dengan dengan orang lain dan rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Klien menunjukkan adanya tanda-tanda fisik ansietas berat yaitu berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah.
d.      Fase IV: Conquering
Panik, umumnya menjadi melebar dalam halusinasinya.. Karakteristik: pengalaman sensori menjadi mengancam, jika klien mengikuti perintah halusinasi halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada intrevensi terapeutik. Merupakan halusinasi pada keadaan psikosis berat.
Perilaku klien: perilaku terror akibat panik. Klien berpotensi kuat untuk melakukan suicide atau homicide. Aktivitas fisik klien merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonia, klien tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

7.    Akibat dari Halusinasi
Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensori: halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
 Tanda dan Gejala :    
·         Memperlihatkan permusuhan
·         Mendekati orang lain dengan ancaman
·         Memberikan kata-kata ancaman dengan rencana melukai
·         Menyentuh orang lain dengan cara yang menakutkan
·         Mempunyai rencana untuk melukai
8.    Manajemen Halusinasi
Dalam Nursing Intervention Classification (Mccloskey & Bulechek, 2000). Tindakan keperawatan dalam penanganan halusinasi meliputi bina hubungan terapeutik dan saling percaya, dukung klien bertanggung jawab terhadap perilakunya, manajemen halusinasi, pendidikan kesehatan: proses penyakit, dan perawatan serta fasilitasi kebutuhan belajar.
Adapun tindakan dalam manajemen halusinasi menurut Standar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Grasia Pemerintah Provinsi Daerah Yogyakarta (2006) adalah:
a.          Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi
b.          Bantu klien memilih dan melatih cara memutus atau mengontrol yang telah dipilih dan dilatih
c.          Beri kesempatan untuk melakukan cara mengontrol atau memutus halusinasi yang telah dipilih atau dilatih
d.         Evaluasi bersama klien cara baru yang telah dipilih atau diterapkan
e.          Beri reinforcement positif kepada klien terhadap cara yang dipilih dan diterapkan
f.           Libatkan klien dalam TAK orientasi realita, stimulasi persepsi umum, dan stimulasi persepsi halusinas
Menurut Stuart (2006) salah satu strategi dalam merawat klien halusinasi dengan mengkaji gejala halusinasi yaitu:
a.    Lama halusinasi
Mengamati isyarat perilaku yang mengindikasikan adanya halusinasi
b.    Intensitas
Mengamati isyarat yang mengidentifikasikan tingkat intensitas dan lama halusinasi
c.    Frekuensi
Membantu pasien mencatat banyaknya ha,usinasi yang dialami klien setiap hari.

9.    Penatalaksanaan medis pada halusinasi pendengaran
Penatalaksanaan klien skizoprenia adalah dengan pemberian obat – obatan dan tindakan lain, yaitu :
a.       Psikofarmakologis
Obat – obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada klien skizoprenia adalah obat – obatan anti psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah :
KELAS KIMIA
NAMA GENERIK (DAGANG)
DOSIS HARIAN
Fenotiazin
Asetofenazin (Tindal)
Klorpromazin (Thorazine)
Flufenazine (Prolixine, Permitil)
Mesoridazin (Serentil)
Perfenazin (Trilafon)
Proklorperazin (Compazine)
Promazin (Sparine)
Tioridazin (Mellaril)
Trifluoperazin (Stelazine)
Trifluopromazin (Vesprin)
60-120 mg
30-800 mg
1-40 mg
30-400 mg
12-64 mg
15-150 mg
40-1200 mg
150-800mg
2-40 mg
60-150 mg
Tioksanten
Klorprotiksen (Taractan)
Tiotiksen (Navane)
75-600 mg
8-30 mg
Butirofenon
Haloperidol (Haldol)
1-100 mg
Dibenzodiazepin
Klozapin (Clorazil)
300-900 mg
Dibenzokasazepin
Loksapin (Loxitane)
20-150 mg
Dihidroindolon
Molindone (Moban)
15-225 mg




b.       Terapi kejang listrik/Electro Compulsive Therapy (ECT)
      Suatu intervensi non farmakologis dengan menggunakan aliran listrik yang singkat melalui otak untuk menginduksi kejang menyeluruh di SSP dibawah anestesi umum dan relaksan otot. Merupakan terapi yang efektif untuk pasien yang menderita berbagai gangguan neuropsikiatrik dan pada pasien yang tidak berespon terhadap terapi farmakologis, mengalami efek samping yang berat sehingga medikasi tidak dapat ditoleransi, atau pasien dengan gejala sangat berat yang memerlukan intervensi mendesak dengan respon yang cepat.
c.       Terapi aktivitas kelompok (TAK)
      Terapi aktivitas kelompok adalah salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis terhadap sejumlah klien pada waktu yang sama untuk memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota(Depkes RI, 1997).
      Terapi aktivitas kelompok adalah aktivitas membantu anggotanya untuk identitas hubungan yang kurang efektif dan mengubah tingkah laku yang maladaptive (Stuart & Sundeen, 1998). Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama. Aktivitas digunakan sebagi terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan (Kelliat, 2005)




NURSING CARE PALNING (NCP)
PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI

A.    PENGKAJIAN FOKUS
1.       Faktor Predisposisi
a.       Faktor perkembagan terlambat
1)          Usia bayi, tdak terpenuhi kebutuhan  makanan, minuman dan rasa aman
2)          Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
3)          Usia sekolah mengalami peristiwa yang terselesaikan
b.       Faktor komunikasi dalam keluarga
1)          Komunikasi peran ganda
2)          Tidak ada komunikasi
3)          Tidak ada kehangatan
4)          Komunikasi dengan emosi berlebihan
5)          Komunikasi tertutup
6)          Orang tua membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas, dan komflik orang tua.
c.       Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan  tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negative dan koping destruktif.
d.      Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
e.       Faktor biologis
Adanya kejadian fisik berupa atropi otak, pembesaran ventrikel, perubahan besar, dan bentuk sel koteks limbik.
f.        Faktor genetik
Ada pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota terdahulu yang mengalami skizofrenia dan kembar monozigot.
2.       Perilaku
Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk-angguk seperti mendengar sesuatu, tiba-tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba-tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.

3.       Fisik
a.       ADL
Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktifitas fisik yang berlebihan atau kegiatan ganjil.
b.      Kebiasaan
Berhenti dari minuman keras dan penggunaan obat-obatan serta zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.
c.       Riwayat kesehatan
Skizofrenia delirium berhubungan dengan riwayat demam dan penyalahgunaan obat.
d.      Riwayat skizofrenia dalam keluarga
e.       Fungsi system tubuh
Perubahan barat badan, hipotermi (demam), neurological perubahan mood, disorientasi ketidakefektifan endokrin oleh peningkatan temperature.
4.       Status emosi
Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negative atau bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
a.       Isi halusinasi
1)      Mendengar atau melihat apa?
2)      Suaranya berkata apa?
b.      Waktu terjadinya halusinasi
1)      Kapan halusinasi terjadi?
c.       Situasi pencetus
1)      Dalam situasi seperti apa halusinasi muncul?
d.      Respon terhadap halusnasi
1)      Bagaimana perasaan pasien kalau ada halusinasi
2)      Apa yang dilkukan jika halusinasi muncul?
e.       Faktor presipitasi
Sosial budaya
Stress lingkungan mengakibatkan respon neurologis maladapatif
1)      Penuh kritik
2)      Kehilangan harga diri
3)      Gangguan hubungan interpersonal
4)      Tekanan ekonomi
f.       Status mental
                                                   a.          Persepsi: Halusinasi
1)   Pendengaran
2)   Penglihatan
3)   Perabaan
4)   Pengecapan
5)   Penghidu
5.       Status intelektual
Gangguan persepsi penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan, isi pikir.

Data yang perlu dikaji dari setiap jenis halusinaasi yaitu:
1)        Halusinasi pendengaran
a)    Data objektif
Bicara sendiri, marah-marah tanpa sebab, menyedangkan telinga kearah tertentu, menutup telinga
b)   Data subjektif
Mendengar suara-suara kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2)        Penglihatan
a)    Data objektif
Menunjuk-nunjuk kearah tertentu, ketakutan dengan sesuatu yang tidak jelas
b)   Data subjektif
Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartoon, melihat hantu, atau monster
3)        Perabaan
a)    Data objektif
Menggaruk-garuk kulit
b)   Data subjektif
Mengatakan ada serangga dipermukaan kulit, merasa seperti tersengat listrik
4)        Pengecapan
a)        Data objektif
Sering meludah-ludah
b)        Data subjektif
Merasa seperti urin, darah atau feses

5)        Penciuman
a)        Data objektif
Menghidu seperti sedang mencium bau-bauan tertentu, menutup hidung
b)        Data subjektif
Membaui bau-bauan seperti darah, urin, feses, kadang-kadang bau itu menyenangkan

usus buntu

Pengertian Penyakit Usus Buntu Penyakit usus buntu adalah peradangan atau pembengkakan apendiks atau usus buntu.  Sedangkan usus bunt...